MAJALENGKA, (PRLM).- Bawang merah salah satu penyumbang inflasi
terbesar di Indonesia akibat harganya yang selalu fluktuatif. Oleh
karenanya, daerah-daerah yang lahan pertaniannya serta petaninya
dianggap potensial, saat ini akan terus didorong untuk terus
mengembangkan budi daya bawang merah.
Hal tersebut disampaikan Kepala Unit Akses Keuangan dan UMKM Bank Indonesia Adi Purwantoro, disertai konsultan pengembangan UMKM Diding Ismayasa di sela-sela pelatihan bagi petani bawang merah di Majalengka, Selasa (20/5/2014) di Gedung SKB Majalengka.
Adi menyatakan, pihaknya kini terus mendorong pelatihan terhadap para petani bawang merah ke sejumlah daerah seperti Indramayu, Brebes, Majalengka serta Cirebon. Saat ini ada dua persoalan yang dihadapi petani untuk mengembangkan tanaman bawang merah yakni lahan dan modal.
“Untuk mendapatkan modal para petani biasanya tidak memiliki akses ke bank akibat status kepemilikan lahan mereka yang hanya kikitir, makanya sekarang kami berikan pencerahan agar mereka berupaya memproses status tanahnya menjadi setifikat agar ke depan bisa diagunkan ke sejumlah bank untuk mendapatkan modal,” ungkap Adi yang pada pelatihan tersebut bekerjasama dengan BPN, Dinas Pertanian untuk membrikan bimbingan teknologi pertanian serta Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi yang mungkin bisa memfasilitasi penyaluran produksi.
Menurut dia Bank Indonesia kini terus berupaya menggarap sektor real untuk menekan laju inflasi yang kerap mendera, salah satunya akibat bawang merah.
Kepala Bidang Hortikultura di Dinas Pertanian Kabupaten Majalengka Nana Supriana menyatakan, Kabupaten Majalengka sebetulnya cukup potensial untuk tanaman bawang merah. Setiap tahunnya terdapat sekitar 2.263 hektare tanaman bawang merah yang tersebar di 10 kecamatan. Masing-masing Cingambul, Cikijing Argapura, Maja, Sukahaji, Majalengka, Ligung, Kertajati, Jatitujuh, Kadipaten, dan Dawuan. Tahun 2014 target areal tanam mencapai 3.000 hektare, dengan target produksi mencapai 110 kuintal/hektare.
“Sementara ini petani bawang merah yang ada di Majalengka hampir sebagian besar berasal dari Brebes dan Medan. Petani Majalengka kurang begitu tertarik karena modal yang besar dan hama yang tinggi serta harga jual yang murah, sehingga petani seringkali merugi, padahal untuk menanam bawang butuh modal yang tidak sedikit karena biaya pemeliharaan yang harus benar-benar telaten,” ungkap Nana. (C-31/A-88)***
Sumber.
Hal tersebut disampaikan Kepala Unit Akses Keuangan dan UMKM Bank Indonesia Adi Purwantoro, disertai konsultan pengembangan UMKM Diding Ismayasa di sela-sela pelatihan bagi petani bawang merah di Majalengka, Selasa (20/5/2014) di Gedung SKB Majalengka.
Adi menyatakan, pihaknya kini terus mendorong pelatihan terhadap para petani bawang merah ke sejumlah daerah seperti Indramayu, Brebes, Majalengka serta Cirebon. Saat ini ada dua persoalan yang dihadapi petani untuk mengembangkan tanaman bawang merah yakni lahan dan modal.
“Untuk mendapatkan modal para petani biasanya tidak memiliki akses ke bank akibat status kepemilikan lahan mereka yang hanya kikitir, makanya sekarang kami berikan pencerahan agar mereka berupaya memproses status tanahnya menjadi setifikat agar ke depan bisa diagunkan ke sejumlah bank untuk mendapatkan modal,” ungkap Adi yang pada pelatihan tersebut bekerjasama dengan BPN, Dinas Pertanian untuk membrikan bimbingan teknologi pertanian serta Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi yang mungkin bisa memfasilitasi penyaluran produksi.
Menurut dia Bank Indonesia kini terus berupaya menggarap sektor real untuk menekan laju inflasi yang kerap mendera, salah satunya akibat bawang merah.
Kepala Bidang Hortikultura di Dinas Pertanian Kabupaten Majalengka Nana Supriana menyatakan, Kabupaten Majalengka sebetulnya cukup potensial untuk tanaman bawang merah. Setiap tahunnya terdapat sekitar 2.263 hektare tanaman bawang merah yang tersebar di 10 kecamatan. Masing-masing Cingambul, Cikijing Argapura, Maja, Sukahaji, Majalengka, Ligung, Kertajati, Jatitujuh, Kadipaten, dan Dawuan. Tahun 2014 target areal tanam mencapai 3.000 hektare, dengan target produksi mencapai 110 kuintal/hektare.
“Sementara ini petani bawang merah yang ada di Majalengka hampir sebagian besar berasal dari Brebes dan Medan. Petani Majalengka kurang begitu tertarik karena modal yang besar dan hama yang tinggi serta harga jual yang murah, sehingga petani seringkali merugi, padahal untuk menanam bawang butuh modal yang tidak sedikit karena biaya pemeliharaan yang harus benar-benar telaten,” ungkap Nana. (C-31/A-88)***
Sumber.
0 komentar:
Posting Komentar